Wamen HAM RI Dorong Penyelesaian Konflik Agraria di Labuhanbatu Utara Melalui Pendekatan Hukum dan Dialog

BERITAPELITA.COM Labuhanbatu Utara – Wakil Menteri Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Mugiyanto, mengambil langkah proaktif dalam menangani konflik agraria yang berkepanjangan antara warga Desa Padang Halaban, Kabupaten Labuhanbatu Utara, Sumatera Utara, dengan sebuah perusahaan perkebunan yang mengelola hak guna usaha (HGU) di wilayah tersebut.

Dalam kunjungannya yang berlangsung akhir pekan ini, Mugiyanto menyampaikan komitmennya untuk mencari solusi yang adil dan berkelanjutan. “Kami akan mencari jalan terbaik agar masalah ini bisa segera diselesaikan tanpa merugikan kedua belah pihak,” ujar Mugiyanto dalam pernyataan resminya yang diterima di Medan pada Minggu (tanggal redaksi).

Konflik agraria di Padang Halaban telah berlangsung selama beberapa tahun, melibatkan klaim masyarakat atas lahan adat dan penguasaan lahan oleh perusahaan dengan dasar HGU. Ketegangan di lapangan kerap kali meningkat, bahkan menimbulkan benturan sosial antara warga dan aparat keamanan yang mengawal perusahaan.

Wamen HAM menyatakan bahwa penyelesaian konflik agraria ini memerlukan pendekatan lintas sektor. Oleh karena itu, pihaknya akan melakukan koordinasi intensif dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), pemerintah daerah, serta pihak perusahaan untuk mempercepat proses mediasi.

“Kami berupaya untuk sebisa mungkin menyelesaikan persoalan hak guna usaha ini dengan tetap patuh pada prinsip-prinsip hukum dan keadilan. Semua pihak harus menghormati hukum, namun hukum juga harus memberi ruang bagi keadilan sosial,” ujar Mugiyanto menegaskan.

Dalam proses penyelesaian ini, Kemenkumham juga akan menggandeng Komnas HAM, lembaga bantuan hukum, serta tokoh masyarakat setempat untuk memastikan bahwa suara warga terdengar dan diakomodasi dalam proses mediasi. Pendekatan partisipatif menjadi kunci untuk menghasilkan solusi yang tidak hanya legal, tapi juga diterima masyarakat.

Warga Padang Halaban sendiri selama ini memperjuangkan klaim atas tanah yang mereka yakini sebagai milik adat yang diwariskan turun-temurun. Mereka merasa terpinggirkan ketika lahan tersebut dialihfungsikan untuk perkebunan perusahaan, tanpa pelibatan yang memadai dalam proses perizinan HGU.

Mugiyanto menegaskan bahwa pemerintah tidak akan berpihak secara sepihak, melainkan akan menempatkan diri sebagai mediator yang menjunjung tinggi prinsip keadilan dan perlindungan hak asasi manusia. “Kami harus memastikan tidak ada pihak yang dirugikan secara tidak adil, baik itu warga maupun perusahaan,” jelasnya.

Menurutnya, konflik agraria seperti yang terjadi di Padang Halaban merupakan potret dari persoalan yang lebih luas di Indonesia, di mana ketidaksesuaian antara penguasaan lahan dan perlindungan hak masyarakat adat masih sering menimbulkan gesekan. Oleh karena itu, penyelesaian konflik ini diharapkan menjadi model bagi penyelesaian kasus serupa di daerah lain.

Untuk mempercepat proses, Wamen HAM juga meminta pemerintah daerah dan aparat penegak hukum agar mengedepankan pendekatan persuasif dan humanis dalam menangani dinamika di lapangan. Ia menegaskan agar tidak ada intimidasi atau kekerasan dalam proses penyelesaian konflik.

“Pemerintah pusat ingin memastikan bahwa semua langkah penyelesaian dilakukan secara damai. Kami juga akan memastikan bahwa aspek hak asasi manusia tetap menjadi pertimbangan utama dalam setiap keputusan,” kata Mugiyanto.

Pihak perusahaan sendiri, dalam pertemuan informal yang difasilitasi pemerintah, menyatakan kesiapan untuk berdialog. Mereka menyebut bahwa legalitas HGU mereka sah secara hukum, namun bersedia mendengarkan dan meninjau ulang titik-titik yang menjadi sengketa.

Sebagai langkah awal, tim khusus yang terdiri dari lintas kementerian dan lembaga direncanakan akan diturunkan ke lapangan dalam beberapa pekan ke depan untuk melakukan pemetaan ulang dan verifikasi terhadap klaim lahan. Data yang akurat sangat diperlukan untuk merumuskan kebijakan yang tepat.

Sementara itu, masyarakat Padang Halaban berharap kunjungan Wamen HAM ini bukan sekadar simbolik, tetapi menjadi awal dari penyelesaian konkret yang memberikan kepastian hak atas tanah mereka. Mereka berharap pemerintah benar-benar mendengarkan dan memperjuangkan kepentingan rakyat kecil.

Dengan komitmen yang disampaikan Wamen HAM Mugiyanto, publik berharap bahwa konflik agraria di Labuhanbatu Utara dapat menjadi contoh penyelesaian yang damai, adil, dan bermartabat. Pemerintah pusat dan daerah kini diharapkan bersinergi dalam menjalankan pendekatan hukum dan dialog untuk menyelesaikan konflik agraria yang sudah terlalu lama dibiarkan berlarut-larut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *