
Beritapelita.com – Praktik tangkap lepas kembali mencoreng citra penegakan hukum di Indonesia. Kali ini, Satresnarkoba Polresta Deli Serdang diduga melepaskan tiga tersangka pengguna narkoba jenis ekstasi setelah mereka membayar mahar sebesar Rp80 juta. Kasus ini kembali menyoroti lemahnya sistem penegakan hukum serta dugaan adanya praktik suap di dalam institusi kepolisian.
Informasi ini pertama kali mencuat setelah adanya laporan dari sumber internal yang tidak ingin disebutkan namanya. Menurutnya, ketiga tersangka awalnya ditangkap dalam sebuah operasi di salah satu tempat hiburan malam di wilayah Deli Serdang. Saat penangkapan, polisi menemukan barang bukti berupa beberapa butir pil ekstasi yang sedang dikonsumsi oleh para tersangka.
Namun, bukannya diproses sesuai prosedur hukum yang berlaku, ketiga tersangka justru dibebaskan setelah keluarga mereka membayar sejumlah uang kepada oknum polisi di Satresnarkoba Polresta Deli Serdang. Uang yang disebut sebagai “mahar kebebasan” ini diduga digunakan untuk menutup kasus agar tidak dilanjutkan ke tahap penyidikan lebih lanjut.
Kasus ini memicu kecaman dari berbagai pihak, terutama aktivis antikorupsi dan penggiat hukum. Mereka menilai bahwa praktik tangkap lepas seperti ini semakin memperburuk upaya pemberantasan narkotika di Indonesia. Jika aparat penegak hukum justru bermain mata dengan pelaku kejahatan narkoba, maka perang melawan narkoba hanya akan menjadi slogan tanpa tindakan nyata.
Ketua Lembaga Pengawas Penegakan Hukum Indonesia (LP2HI), Irfan Maulana, menyatakan bahwa praktik suap dalam kasus narkotika adalah bentuk pengkhianatan terhadap hukum dan keadilan. “Jika benar ada praktik tangkap lepas ini, maka harus ada tindakan tegas terhadap oknum yang terlibat. Jangan sampai polisi justru menjadi pelindung bagi pelaku kejahatan,” tegasnya.
Sementara itu, Kapolresta Deli Serdang, Kombes Pol Agus Darojat, saat dikonfirmasi mengenai kasus ini, mengaku belum menerima laporan resmi terkait dugaan suap tersebut. Namun, ia berjanji akan melakukan penyelidikan internal untuk memastikan kebenaran informasi ini. “Kami akan melakukan pemeriksaan terhadap anggota yang bertugas saat itu. Jika terbukti ada pelanggaran, tentu akan ada sanksi tegas,” ujarnya.
Masyarakat pun semakin geram dengan kasus ini. Banyak yang merasa bahwa hukum di Indonesia masih tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Para pengguna narkoba dari kalangan masyarakat biasa sering kali mendapatkan hukuman berat, sementara mereka yang memiliki uang dan koneksi dapat dengan mudah lolos dari jeratan hukum.
Praktik tangkap lepas bukanlah fenomena baru dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Kasus serupa pernah terjadi di berbagai daerah, di mana tersangka narkoba, korupsi, hingga kejahatan lainnya bisa “membeli” kebebasan mereka dengan sejumlah uang. Hal ini membuktikan bahwa reformasi di tubuh kepolisian dan sistem hukum masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi pemerintah.
Sejumlah aktivis menyerukan agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri turun tangan untuk mengusut kasus ini. Mereka menilai bahwa jika kasus ini dibiarkan, maka kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian akan semakin menurun.
Selain itu, masyarakat berharap agar Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bisa memberikan perhatian khusus terhadap kasus-kasus seperti ini. Banyak pihak yang mendesak agar dilakukan audit menyeluruh terhadap satuan-satuan reserse narkoba di daerah, guna memastikan bahwa mereka bekerja secara profesional tanpa adanya praktik korupsi.
Jika terbukti bahwa oknum polisi benar-benar menerima suap untuk membebaskan tersangka, maka mereka bisa dijerat dengan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman hukuman bagi pelaku suap di lingkungan penegak hukum bisa mencapai 20 tahun penjara.
Kasus ini juga menjadi tamparan keras bagi pemerintah daerah dan Badan Narkotika Nasional (BNN). Jika aparat penegak hukum justru bermain dalam lingkaran bisnis narkoba, maka mustahil bagi Indonesia untuk bisa terbebas dari peredaran narkotika.
Masyarakat berharap agar kasus ini benar-benar diusut tuntas dan tidak berakhir dengan impunitas. Jika dibiarkan, praktik tangkap lepas akan terus berlanjut, dan keadilan bagi para korban narkoba serta masyarakat luas akan semakin sulit untuk ditegakkan.
Saat ini, publik menunggu langkah nyata dari pihak kepolisian dan lembaga terkait untuk menindaklanjuti dugaan suap ini. Jika kepolisian serius dalam memberantas narkoba, maka mereka harus membuktikan bahwa tidak ada tempat bagi oknum yang bermain di wilayah abu-abu hukum.
Ke depannya, sistem pengawasan terhadap aparat penegak hukum harus lebih diperketat. Pemberian sanksi tegas kepada oknum yang terbukti melakukan penyalahgunaan wewenang adalah kunci utama untuk memastikan bahwa hukum di Indonesia benar-benar berjalan dengan adil tanpa pandang bulu.