
BERITAPELITA.COM – Unit Cyber Crime Polda Sumatera Utara (Ditressiber) berhasil membongkar praktik live streaming konten pornografi yang beroperasi dari sebuah kos-kosan VIP di Kecamatan Percut Sei Tuan, Deli Serdang. Dalam penggerebekan yang dilakukan pada Senin (14/4/2025), polisi menangkap seorang host yang bertugas mempromosikan aksi tersebut melalui platform digital.
Operasi penertiban ini merupakan tindak lanjut dari laporan masyarakat mengenai aktivitas mencurigakan di kos-kosan tersebut. Setelah melakukan penyelidikan selama beberapa minggu, tim penyidik berhasil mengumpulkan bukti-bukti kuat sebelum melakukan penggerebekan. Saat digerebek, para pelaku sedang dalam proses produksi konten dewasa yang ditujukan untuk disiarkan secara live melalui platform tertentu.
Awalnya, polisi menangkap tiga orang pelaku utama dalam operasi tersebut. Mereka diidentifikasi sebagai RA (25 tahun) yang berperan sebagai germo atau pencari talenta, RPL (19 tahun) sebagai pemeran pria, dan MGOS (15 tahun) sebagai pemeran wanita yang masih di bawah umur. Dari pengakuan pelaku, jaringan ini telah beroperasi selama beberapa bulan dengan sistem yang terorganisir.
Yang lebih mencengangkan, pengembangan kasus mengungkap keterlibatan seorang host TikTok yang bertugas mempromosikan tayangan tersebut. Host ini diketahui aktif menggaet penonton dengan memberikan link khusus kepada subscriber yang membayar. Modus ini memungkinkan jaringan tersebut mendapatkan keuntungan finansial yang cukup besar dari setiap tayangan.
Kepala Ditressiber Polda Sumut Kombes Pol Arief Fadillah menjelaskan bahwa para pelaku memanfaatkan fasilitas kos-kosan mewah untuk menyamarkan aktivitas ilegal mereka. “Lokasinya sengaja dipilih karena memiliki fasilitas lengkap dan privasi yang terjaga, sehingga tidak menimbulkan kecurigaan,” ujarnya dalam konferensi pers, Selasa (15/4/2025).
Kasus ini semakin memprihatinkan karena melibatkan seorang remaja perempuan berusia 15 tahun sebagai salah satu pemeran. Polisi sedang mendalami apakah MGOS menjadi korban eksploitasi atau terlibat secara sukarela. “Kami sedang mengusut kemungkinan adanya unsur paksaan atau perdagangan orang dalam kasus ini,” tambah Arief.
Dari pengakuan para tersangka, jaringan ini menjalankan bisnisnya dengan sistem berlangganan. Penonton harus membayar sejumlah uang untuk mendapatkan akses tayangan live yang bisa mencapai jutaan rupiah per sesi. RA sebagai germo mengaku mendapatkan persentase dari setiap tayangan yang berhasil ditonton oleh pelanggan.
Polisi juga menyita sejumlah barang bukti dari lokasi kejadian, termasuk peralatan streaming profesional, laptop, handphone, serta dokumen transaksi keuangan. Dari dokumen tersebut, terungkap bahwa jaringan ini memiliki puluhan pelanggan tetap dari berbagai daerah di Indonesia.
Menyikapi kasus ini, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Sumut segera turun tangan untuk memberikan pendampingan kepada korban yang masih di bawah umur. “Kami akan memastikan korban mendapatkan rehabilitasi psikologis dan perlindungan hukum yang maksimal,” ujar Kepala Dinas PPPA Sumut Linda Amalia.
Kasus ini menimbulkan keprihatinan serius mengingat maraknya eksploitasi anak di dunia digital. Pakar hukum pidana Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Ahmad Syukri, mengingatkan bahwa pelaku bisa dijerat dengan UU Perlindungan Anak dengan hukuman maksimal 15 tahun penjara. “Selain itu, mereka juga bisa dikenakan UU ITE dengan ancaman hukuman yang tidak ringan,” jelasnya.
Sementara itu, pihak TikTok Indonesia menyatakan komitmennya untuk memerangi penyalahgunaan platform mereka. “Kami memiliki sistem deteksi konten dewasa yang terus diperbarui, dan akan bekerja sama dengan penegak hukum untuk kasus-kasus seperti ini,” kata perwakilan TikTok Indonesia melalui pernyataan resmi.
Masyarakat diharapkan lebih waspada terhadap aktivitas mencurigakan di lingkungan sekitar. “Kami meminta warga untuk segera melaporkan jika menemukan hal-hal yang mencurigakan, terutama yang melibatkan eksploitasi anak,” imbau Kapolda Sumut Irjen Pol RZ Panca Putra Simanjuntak.
Pengungkapan kasus ini menjadi bukti keseriusan aparat dalam memberantas kejahatan siber, khususnya yang melibatkan eksploitasi seksual. Polisi tidak menutup kemungkinan akan mengembangkan penyelidikan untuk mengungkap jaringan yang lebih besar lagi.
Sebagai langkah pencegahan, Polda Sumut akan meningkatkan patroli siber dan sosialisasi bahaya kejahatan digital di kalangan remaja. “Kami akan gencar melakukan edukasi kepada pelajar dan orang tua tentang dampak buruk konten pornografi dan pentingnya literasi digital,” pungkas Kabid Humas Polda Sumut Kombes Pol Hadi Wahyudi.
Kasus ini menjadi peringatan keras bagi semua pihak tentang bahaya laten kejahatan siber di era digital. Kolaborasi antara penegak hukum, platform digital, dan masyarakat dinilai sebagai kunci utama untuk memutus mata rantai kejahatan yang semakin canggih ini.