Lonjakan Harga Beras Hantam Pedagang Kecil: Warung Lontong hingga Rumah Makan Padang Terjepit

BERITAPELITA.COM – Kenaikan harga beras kembali menghantam masyarakat, dan kali ini para pedagang kecil menjadi korban paling awal. Di Kota Medan, Sumatera Utara, keluhan mulai berdatangan dari para pelaku usaha kuliner seperti penjual lontong sayur, warung nasi, hingga rumah makan Padang. Mereka mengaku kewalahan menghadapi lonjakan harga bahan pokok, terutama beras, yang menjadi komponen utama dalam bisnis mereka.

Harga beras medium yang sebelumnya berada di kisaran Rp12.500 per kilogram kini melonjak tajam menjadi Rp16.500 hingga Rp17.000 di tingkat konsumen. Kenaikan drastis ini sangat memberatkan, terutama bagi pelaku usaha mikro dan kecil yang tidak memiliki fleksibilitas untuk menaikkan harga jual dagangan mereka.

Aisyah, seorang pedagang lontong sayur di kawasan Pasar Petisah, mengaku harus memutar otak agar usahanya tetap berjalan. “Biasa beli beras satu karung Rp250 ribu, sekarang hampir Rp340 ribu. Mau naikkan harga lontong, takut pelanggan kabur. Tapi kalau dipertahankan, saya rugi,” keluhnya saat ditemui pada Selasa (29/4/2025).

Senada dengan itu, Yusrizal, pengelola rumah makan Padang di daerah Medan Johor, menyampaikan kekhawatirannya bahwa harga beras yang terus meroket akan mempengaruhi stabilitas usahanya. Ia bahkan mengaku sudah mulai mengurangi jumlah nasi dalam setiap porsi untuk menekan biaya operasional.

Lonjakan harga beras ini bukan hanya dirasakan oleh pelaku usaha, tetapi juga konsumen langsung. Banyak warga mengeluh bahwa pengeluaran rumah tangga membengkak hanya untuk kebutuhan makan sehari-hari. Beras sebagai makanan pokok menjadi penentu utama dalam anggaran dapur keluarga Indonesia.

Para pedagang menyebut bahwa stok beras di pasaran sebenarnya masih tersedia, namun permainan harga oleh tengkulak dan spekulan diduga menjadi penyebab utama meroketnya harga. Mereka berharap ada intervensi cepat dari pemerintah agar kondisi ini tidak terus berlarut-larut dan mematikan usaha kecil.

Sementara itu, dari pihak pemerintah daerah, belum ada solusi konkret yang diumumkan terkait fenomena kenaikan harga ini. Beberapa pasar tradisional di Medan bahkan melaporkan berkurangnya jumlah pembeli karena harga bahan pokok lain seperti cabai, minyak goreng, dan telur juga turut naik.

Kenaikan harga beras juga memunculkan kekhawatiran akan meningkatnya inflasi di daerah. Bank Indonesia wilayah Sumatera Utara sebelumnya telah mengingatkan bahwa tekanan inflasi dari bahan pangan bisa mendorong penurunan daya beli masyarakat dan memperlambat pertumbuhan ekonomi lokal.

Sebagian pelaku usaha mencoba mencari alternatif, seperti mengganti jenis beras dengan kualitas lebih rendah. Namun, langkah ini kerap menimbulkan keluhan dari pelanggan karena rasa dan tekstur nasi yang berubah. “Kami terpaksa pakai beras jenis IR yang lebih murah, tapi hasilnya kurang pulen. Pelanggan mulai komplain,” ujar Sari, pemilik warung makan di Medan Area.

Program bantuan pangan dari pemerintah pusat pun dirasa belum menyentuh sektor informal secara merata. Banyak pelaku UMKM mengaku belum pernah menerima subsidi atau bantuan dalam bentuk apapun, padahal mereka termasuk pihak yang paling terdampak saat harga bahan pokok melonjak.

Ekonom Universitas Sumatera Utara, Dr. Faisal Hutasuhut, menyarankan agar pemerintah segera menstabilkan harga melalui operasi pasar dan peningkatan pasokan dari Bulog. Ia menekankan bahwa ketahanan pangan bukan hanya soal ketersediaan, tetapi juga keterjangkauan bagi semua lapisan masyarakat.

Menurut Dr. Faisal, jika kondisi ini tidak segera diatasi, maka bisa terjadi efek domino di sektor riil, termasuk menurunnya permintaan pasar, PHK di sektor kuliner, hingga bertambahnya angka kemiskinan di daerah. “Kalau warung-warung tutup, akan banyak tenaga kerja informal kehilangan penghasilan,” katanya.

Kelompok masyarakat sipil dan organisasi konsumen juga mulai mendorong transparansi data harga dan distribusi beras. Mereka mendesak pemerintah membuka informasi secara real time terkait stok nasional dan harga dasar agar masyarakat tidak menjadi korban informasi yang menyesatkan atau praktik penimbunan.

Hingga kini, pedagang kecil di Medan dan berbagai daerah di Indonesia masih menanti langkah konkret dari pemerintah untuk menstabilkan harga. Mereka berharap ada solusi jangka pendek dan jangka panjang agar usaha kecil tetap bisa bertahan, dan masyarakat tidak terus dibebani oleh gejolak harga bahan pokok.

Krisis harga beras ini kembali menunjukkan bahwa sistem distribusi pangan di Indonesia masih rentan terhadap fluktuasi pasar dan permainan spekulan. Untuk melindungi pelaku usaha kecil dan konsumen, pemerintah perlu segera turun tangan dengan kebijakan yang tegas dan berpihak kepada rakyat kecil.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *