Kontroversi Penyataan Wabup Deli Serdang sebagai “Kabupaten Nahdliyin”, DPRD Sumut Minta Klarifikasi Resmi

BERITAPELITA.COM – Pernyataan Wakil Bupati (Wabup) Deli Serdang, Lom Lom Suwondo, yang menyebut wilayahnya sebagai “Kabupaten Nahdliyin” menuai kritik dari berbagai kalangan. Anggota Komisi B DPRD Sumatera Utara (Sumut), Dedi Iskandar, meminta klarifikasi resmi terkait pernyataan tersebut yang dinilai dapat menimbulkan persepsi diskriminatif terhadap kelompok lain.

Pernyataan kontroversial itu dilontarkan Wabup saat menerima aksi unjuk rasa massa Al-Washliyah di Kantor Bupati Deli Serdang pada Senin (26/5/2025). Demonstrasi tersebut terkait sengketa tanah antara Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Deli Serdang dengan organisasi Islam Al-Washliyah yang telah berlangsung cukup lama.

Dedi Iskandar, politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), menilai pernyataan Wabup tidak mencerminkan sikap netral seorang pemimpin. “Seharusnya Wabup memberikan pernyataan yang tidak memihak dan independen terhadap persoalan masyarakat, termasuk Al-Washliyah. Jadi segera diklarifikasi agar tidak simpang siur,” tegasnya pada Rabu (28/5/2025).

Istilah “Kabupaten Nahdliyin” yang digunakan Wabup Lom Lom Suwondo dianggap bermasalah karena secara implisit mengidentikkan Deli Serdang dengan satu kelompok masyarakat tertentu. Padahal, sebagai daerah plural, Deli Serdang terdiri dari berbagai latar belakang agama dan kepercayaan yang perlu dihormati secara setara oleh pemimpin daerah.

Massa Al-Washliyah yang melakukan unjuk rasa menyatakan kekecewaannya atas pernyataan Wabup tersebut. Mereka menilai penyebutan “Kabupaten Nahdliyin” justru memperuncing ketegangan dalam penyelesaian sengketa tanah yang seharusnya diselesaikan secara hukum dan kekeluargaan.

Ketua DPW Al-Washliyah Sumut, Dr. H. Muhammad Arifin, menyatakan bahwa organisasinya tidak ingin konflik ini dikaitkan dengan sentimen keagamaan. “Kami hanya memperjuangkan hak atas tanah wakaf yang menurut kami sah. Ini murni persoalan hukum, bukan persoalan identitas keagamaan,” jelasnya.

Di sisi lain, beberapa tokoh Nahdlatul Ulama (NU) di Deli Serdang justru merasa tidak nyaman dengan pernyataan Wabup tersebut. Mereka khawatir pernyataan itu akan menimbulkan kesan seolah-olah NU mendukung sikap diskriminatif, padahal organisasi ini selalu mengedepankan toleransi dan kerukunan umat beragama.

Pakar komunikasi politik dari Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Ahmad Syafii, menganalisis bahwa pernyataan Wabup merupakan bentuk political framing yang kurang tepat. “Di tengah masyarakat majemuk, pemimpin harus menghindari narasi yang bisa dipersepsikan sebagai pengistimewaan satu kelompok atas kelompok lain,” ujarnya.

Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Deli Serdang telah memantau perkembangan situasi pasca-pernyataan kontroversial tersebut. Kepala Kesbangpol, Drs. Marwan, mengatakan pihaknya sedang berupaya meredakan ketegangan dengan mendorong dialog antar pihak yang bersengketa.

Sementara itu, Ketua DPRD Deli Serdang, H. Ali Imran, meminta semua pihak menahan diri dan tidak memperkeruh situasi. “Kami akan memanggil Wabup untuk memberikan penjelasan resmi di sidang paripurna mendatang,” ucapnya.

Pemerhati sosial Deli Serdang, Siti Zahara, mengingatkan bahwa konflik ini berpotensi memecah belah kerukunan masyarakat jika tidak segera ditangani dengan bijak. “Deli Serdang memiliki sejarah panjang sebagai daerah yang harmonis. Jangan sampai pernyataan politis merusak hal ini,” tegasnya.

Hingga berita ini diturunkan, Wabup Lom Lom Suwondo belum memberikan klarifikasi resmi terkait pernyataannya. Sekretaris Daerah Deli Serdang hanya menyatakan bahwa pihaknya sedang mempersiapkan pernyataan yang komprehensif untuk menjawab berbagai pertanyaan yang muncul.

Komisi Informasi Sumut mengingatkan pentingnya transparansi dalam penyelesaian kasus ini. “Masyarakat berhak mendapatkan penjelasan yang jelas dari pemimpin mereka, terutama terkait pernyataan yang berdampak pada kehidupan sosial,” kata Komisioner Komisi Informasi, Rudi Hartono.

Kasus ini kembali mengingatkan pentingnya pemilihan kata yang tepat oleh pejabat publik. Pakar etika pemerintahan, Dr. Rina Dewi, menekankan bahwa pejabat harus selalu menyadari bahwa setiap ucapan mereka memiliki konsekuensi sosial yang luas, terutama di daerah yang heterogen seperti Deli Serdang.

DPRD Sumut melalui Komisi B akan memantau perkembangan kasus ini secara serius. “Kami akan memastikan bahwa klarifikasi yang diberikan nanti bisa mengembalikan situasi ke kondisi normal dan tidak menimbulkan perpecahan,” pungkas Dedi Iskandar, menutup pernyataannya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *