
BERITAPELITA.COM – Gubernur Sumatera Utara (Sumut), Bobby Nasution, secara tegas mengimbau seluruh perusahaan di wilayahnya untuk tidak lagi menahan ijazah karyawan sebagai syarat kerja. Imbauan ini disampaikan menyusul terbitnya Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/5/HK.04.00/V/2025 tanggal 20 Mei 2025 yang secara resmi melarang praktik penahanan dokumen pendidikan pekerja.
Dalam konferensi pers pada Selasa (27/5/2025), Bobby Nasution menyatakan dukungan penuhnya terhadap kebijakan Menaker Yassierli ini. “Saya imbau kepada seluruh pelaku usaha, jangan seperti itu lah,” tegas Bobby di hadapan awak media. Gubernur menekankan bahwa praktik penahanan ijazah selama ini telah menimbulkan ketidakadilan bagi pekerja di Sumatera Utara.
Surat Edaran Menaker tersebut secara eksplisit melarang perusahaan melakukan penahanan terhadap:
- Ijazah pendidikan formal maupun non-formal
- Sertifikat kompetensi
- Dokumen pribadi lain milik karyawan
Kebijakan ini dibuat untuk melindungi hak-hak dasar pekerja sekaligus mencegah praktik eksploitasi di dunia kerja.
Bobby Nasution menjelaskan, selama ini banyak perusahaan di Sumut yang menjadikan penahanan ijazah sebagai “jaminan” agar karyawan tidak mengundurkan diri. “Ini praktik yang tidak manusiawi dan merendahkan martabat pekerja,” ujar mantan Wali Kota Medan ini. Menurutnya, hubungan kerja seharusnya dibangun atas dasar saling percaya, bukan dengan cara menahan dokumen penting.
Dinas Tenaga Kerja Sumut telah diminta untuk segera melakukan sosialisasi aturan baru ini ke seluruh kabupaten/kota. “Kami akan turun ke perusahaan-perusahaan besar untuk memastikan SE Menaker ini diimplementasikan,” kata Kepala Disnaker Sumut, Muhammad Arifin. Tim khusus akan dibentuk untuk menampung pengaduan dari karyawan yang masih mengalami penahanan ijazah.
Praktik penahanan ijazah selama ini banyak terjadi di sektor industri padat karya seperti perkebunan, pabrik kelapa sawit, dan perusahaan manufaktur. “Biasanya ijazah baru dikembalikan setelah kontrak kerja berakhir atau ketika karyawan mengajukan pengunduran diri,” ungkap Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Sumut, Maruli Tampubolon.
Bobby Nasution mengingatkan bahwa perusahaan yang melanggar aturan ini bisa dikenai sanksi administratif hingga pencabutan izin usaha. “Kami punya mekanisme pengawasan dan penindakan bagi yang melanggar,” tegasnya. Gubernur juga meminta organisasi pekerja aktif melaporkan jika menemukan praktik serupa.
Respons dari kalangan pengusaha cukup beragam. Ketua Apindo Sumut, Rahmat Shah, mengaku sebagian besar perusahaan anggota mereka sudah tidak menerapkan penahanan ijazah. “Kami mendukung penuh aturan ini. Hubungan industrial yang sehat harus didasari kepercayaan,” ujarnya.
Namun, beberapa pengusaha kecil mengaku khawatir dengan kebijakan baru ini. “Selama ini ijazah menjadi semacam jaminan agar pekerja tidak keluar masuk seenaknya,” keluh seorang pemilik pabrik tekstil di Deli Serdang yang enggan disebutkan namanya.
Menyikapi kekhawatiran pengusaha, Bobby Nasution menawarkan solusi alternatif. “Perusahaan bisa membuat perjanjian kerja yang jelas dengan sanksi kontraktual jika ada pihak yang melanggar, bukan dengan menahan dokumen,” sarannya. Gubernur juga menjanjikan pelatihan manajemen SDM gratis bagi UMKM melalui Disnaker Sumut.
Pakar Hukum Ketenagakerjaan Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Rika Fatimah, menjelaskan bahwa penahanan ijazah sebenarnya sudah lama dilarang dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. “Surat Edaran Menaker ini hanya mempertegas aturan yang sudah ada sekaligus memberikan panduan implementasi yang lebih jelas,” paparnya.
Para pekerja menyambut gembira kebijakan ini. “Selama 3 tahun ijazah S1 saya ditahan perusahaan. Sekarang akhirnya bebas,” kata Andi, karyawan pabrik di Medan dengan raut wajah lega. Banyak pekerja mengaku sebelumnya terpaksa menuruti permintaan perusahaan karena takut kehilangan pekerjaan.
Bobby Nasution berjanji akan memantau implementasi aturan ini secara berkala. “Dalam 3 bulan ke depan, kami akan evaluasi apakah masih ada perusahaan yang bandel,” ujarnya. Gubernur juga mengingatkan agar pekerja berani melapor jika mengalami pelanggaran.
Dengan adanya kebijakan ini, diharapkan terjadi perbaikan iklim ketenagakerjaan di Sumatera Utara. “Hubungan industrial yang harmonis akan mendorong produktivitas dan kesejahteraan pekerja,” pungkas Bobby menutup konferensi pers. Langkah progresif ini diharapkan bisa menjadi contoh bagi provinsi lain dalam melindungi hak-hak pekerja.