
BERITAPELITA.COM Sumatera Utara — Kabupaten Deli Serdang kini berada di ambang krisis lingkungan. Setiap harinya, sekitar 500 ton sampah menumpuk di berbagai titik, sebagian besar berasal dari pembuangan liar yang sulit dikendalikan. Kondisi ini diperparah dengan pencemaran Sungai Belumai yang airnya berubah hitam pekat dan berbuih, diduga akibat pembuangan limbah industri.
Salah satu wilayah yang terdampak paling parah adalah Desa Tanjung Garbus I, Kecamatan Lubuk Pakam. Desa ini memiliki 23 lingkungan yang membutuhkan layanan pengangkutan sampah, namun hanya mengandalkan dua unit becak motor. Ironisnya, satu armada sudah rusak, membuat proses pengangkutan limbah menjadi semakin lambat.
Akibat keterbatasan armada tersebut, sampah sering dibiarkan menumpuk berhari-hari, bahkan berminggu-minggu. Pada musim hujan, tumpukan ini rawan terbawa aliran air ke drainase dan sungai, memicu banjir dan memperburuk pencemaran air.
Tidak hanya persoalan sampah di daratan, Sungai Belumai yang mengalir di wilayah ini kini menjadi sorotan utama. Air yang dulunya jernih kini berwarna hitam pekat, berbau menyengat, dan dipenuhi buih. Warga menduga kondisi ini disebabkan oleh limbah industri yang dibuang tanpa pengolahan.
“Air sungai sekarang sudah tidak bisa dipakai untuk apa-apa. Ikan pun sudah jarang ada,” ungkap seorang warga yang tinggal di bantaran Sungai Belumai.
Kondisi ini juga memengaruhi sektor pertanian. Petani yang biasanya menggunakan air sungai untuk mengairi sawah kini harus mencari sumber air lain karena khawatir tanaman mereka tercemar bahan kimia berbahaya.
Aktivis lingkungan menyebut bahwa masalah ini bukan hanya berdampak pada ekosistem, tetapi juga sosial-ekonomi masyarakat. “Kalau tidak segera ditangani, pencemaran ini akan meninggalkan dampak jangka panjang yang sulit dipulihkan,” ujar salah satu aktivis setempat.
Pemerintah Kabupaten Deli Serdang mengakui persoalan ini sebagai tantangan besar. Kepala Dinas Lingkungan Hidup menyatakan bahwa pihaknya tengah berupaya menambah armada pengangkut sampah dan memperketat pengawasan terhadap industri yang berpotensi mencemari lingkungan.
Selain itu, program bank sampah sedang dipersiapkan untuk mendorong masyarakat melakukan pemilahan sampah dari rumah. Dengan sistem ini, sampah yang masih bernilai ekonomis seperti plastik dan kardus dapat didaur ulang, sehingga mengurangi volume limbah yang dibuang.
Meski begitu, para pemerhati lingkungan menegaskan bahwa solusi tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah. Kesadaran masyarakat dan tanggung jawab pelaku industri harus berjalan seiring agar persoalan sampah dan pencemaran dapat diatasi secara berkelanjutan.
Edukasi lingkungan juga dianggap penting untuk membentuk perilaku ramah lingkungan sejak dini. Sekolah, tokoh masyarakat, dan komunitas lokal diharapkan aktif dalam kampanye kebersihan dan pelestarian sungai.
Beberapa warga Desa Tanjung Garbus I telah memulai langkah kecil, seperti mengolah sampah organik menjadi kompos untuk kebutuhan pertanian. Meskipun sederhana, upaya ini membantu mengurangi beban sampah yang harus diangkut.
Krisis sampah dan pencemaran sungai di Deli Serdang menjadi pengingat bahwa masalah lingkungan bukan hanya isu lokal, melainkan tantangan nasional. Kerja sama lintas pihak menjadi kunci untuk mengembalikan kebersihan dan kesehatan lingkungan.
Harapan masyarakat kini tertuju pada tindakan nyata pemerintah, penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku pencemaran, dan kesadaran kolektif untuk menjaga alam. Sebab, lingkungan yang bersih adalah warisan paling berharga bagi generasi yang akan datang.