Kemarau dan Antisiklon Picu Gelombang Panas di Kota Medan

BERITAPELITA.COM – Kota Medan dan sekitarnya tengah dilanda cuaca panas ekstrem dalam beberapa hari terakhir. Suhu udara yang tercatat di siang hari mencapai 35 derajat Celsius, membuat aktivitas warga terasa lebih berat, terutama bagi mereka yang bekerja di luar ruangan. Kondisi ini memicu keluhan dari masyarakat terkait peningkatan suhu dan tingkat kenyamanan yang menurun drastis.

Menurut keterangan prakirawan dari Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BBMKG) Wilayah I Medan, Endah Pramita, fenomena panas menyengat ini disebabkan oleh dua faktor utama. Pertama, pengaruh musim kemarau yang menyebabkan rendahnya pembentukan awan. Kedua, adanya sistem antisiklon yang menekan pertumbuhan awan hujan dan meningkatkan suhu permukaan.

“Ketika musim kemarau datang, kelembapan udara menurun drastis. Kondisi ini menyebabkan pembentukan awan menjadi sangat terbatas, sehingga radiasi matahari langsung menyentuh permukaan bumi tanpa penghalang,” ujar Endah dalam keterangannya kepada media, Jumat (18/7/2025).

Lebih lanjut, Endah menjelaskan bahwa antisiklon, yakni sistem tekanan udara tinggi, berperan penting dalam menekan konveksi udara. Ini artinya, uap air yang biasanya naik dan membentuk awan hujan tertahan di lapisan bawah atmosfer, membuat langit tetap cerah dan suhu makin meningkat pada siang hari.

Fenomena ini bukan hanya berdampak pada kenyamanan masyarakat, tetapi juga menimbulkan berbagai risiko, mulai dari dehidrasi hingga potensi kebakaran lahan akibat kondisi yang sangat kering. Oleh karena itu, masyarakat diimbau untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi dampak dari cuaca panas ekstrem ini.

Sejumlah warga mengaku kesulitan beraktivitas di luar rumah. Rina, seorang pedagang kaki lima di kawasan Medan Johor, mengatakan bahwa penghasilan menurun karena pelanggan enggan keluar rumah saat siang hari. “Panasnya luar biasa, sampai kepala terasa pening. Biasanya orang ramai beli makan siang, sekarang sepi,” keluhnya.

Sementara itu, sektor kesehatan juga mulai merasakan dampaknya. Beberapa rumah sakit dan puskesmas melaporkan peningkatan jumlah pasien yang mengeluh pusing, mual, dan kelelahan akibat terpapar panas berlebih. Tenaga medis mengingatkan agar masyarakat tetap menjaga asupan cairan dan tidak memaksakan aktivitas fisik berat di bawah terik matahari.

Pihak BMKG memperkirakan bahwa kondisi cuaca panas ini akan berlangsung hingga awal Agustus, selama sistem antisiklon masih aktif di wilayah Sumatra bagian utara. Masyarakat diminta untuk menyesuaikan kegiatan harian dengan kondisi cuaca dan terus memantau informasi resmi dari BMKG.

Di sisi lain, dampak terhadap sektor pertanian juga menjadi perhatian. Lahan-lahan pertanian mengalami kekeringan, dan petani mulai mengeluhkan penurunan kualitas tanaman. Beberapa daerah melaporkan kesulitan irigasi karena sumber air mulai menyusut. Pemerintah daerah diminta untuk segera mengambil langkah mitigasi.

Beberapa sekolah dasar dan menengah bahkan mengurangi jam pelajaran siang demi menjaga kesehatan siswa. Kebijakan ini diambil menyusul laporan dari beberapa guru yang menyebutkan siswa mengalami kelelahan dan sulit berkonsentrasi akibat suhu ruang kelas yang tinggi.

Di tengah kondisi ini, masyarakat juga diingatkan untuk tidak melakukan pembakaran sampah sembarangan. Cuaca panas dan angin kering dapat mempercepat penyebaran api yang bisa berujung pada kebakaran lahan dan pemukiman. Pemerintah kota pun telah menyiagakan petugas damkar di titik-titik rawan.

Para ahli lingkungan menyebut bahwa fenomena seperti ini dapat menjadi lebih sering terjadi seiring perubahan iklim global. Oleh sebab itu, dibutuhkan kesadaran kolektif untuk menjaga lingkungan, mengurangi emisi karbon, dan memperbaiki sistem tata air serta penghijauan di kawasan perkotaan.

Pakar cuaca dari Universitas Sumatera Utara, Dr. Lestari Sembiring, menambahkan bahwa suhu ekstrem tidak hanya berdampak pada manusia, tetapi juga pada hewan dan ekosistem. Ia menekankan pentingnya perlindungan terhadap area hijau dan hutan kota sebagai penyejuk alami yang semakin langka di perkotaan.

Sebagai langkah adaptasi jangka pendek, pemerintah daerah Medan mengimbau masyarakat untuk mengenakan pakaian yang nyaman, menggunakan tabir surya, dan membawa air minum saat bepergian. Warga juga disarankan untuk memperbanyak konsumsi buah dan sayur yang kaya air, seperti semangka, mentimun, dan jeruk.

Dengan adanya kesadaran kolektif serta kerja sama antara pemerintah dan masyarakat, diharapkan Kota Medan mampu melewati periode cuaca ekstrem ini dengan lebih tangguh. Penyesuaian kebiasaan hidup dan kepedulian terhadap lingkungan menjadi kunci dalam menghadapi tantangan iklim yang semakin kompleks.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *