
BERITAPELITA.COM – – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menunjukkan komitmennya dalam memberantas praktik korupsi di tanah air. Kali ini, lembaga antirasuah tersebut resmi menahan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Sumatera Utara, Topan Obaja Putra Ginting, usai terjaring operasi tangkap tangan (OTT) pada Jumat malam, 27 Juni 2025. Penahanan ini dilakukan setelah penyidik menemukan bukti kuat keterlibatannya dalam kasus dugaan suap proyek infrastruktur jalan.
Topan Obaja Putra Ginting tampak mengenakan rompi tahanan berwarna oranye khas KPK saat digiring ke Gedung Merah Putih KPK di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan. Ia tampak menunduk dan enggan memberikan komentar kepada awak media yang telah menunggu sejak pagi hari. Penangkapannya menyita perhatian publik, mengingat posisinya sebagai pejabat penting dalam pengelolaan anggaran infrastruktur di Sumatera Utara.
Dalam konferensi pers yang digelar oleh Wakil Ketua KPK, dijelaskan bahwa OTT ini merupakan hasil pengembangan dari laporan masyarakat dan pemantauan intensif terhadap aktivitas mencurigakan di lingkungan Dinas PUPR Sumut. Proses tangkap tangan berlangsung di Medan, ibu kota Provinsi Sumatera Utara, saat transaksi suap diduga tengah berlangsung.
Selain Topan, KPK juga mengamankan empat orang lainnya yang diduga terlibat dalam kasus ini. Mereka berasal dari unsur pejabat dinas serta pihak rekanan atau kontraktor swasta yang diduga memberikan suap agar bisa memenangkan proyek pembangunan jalan. Salah satu proyek yang menjadi sorotan berada di bawah Satuan Kerja (Satker) PJN Wilayah I Sumatera Utara.
Dari hasil OTT tersebut, KPK menyita sejumlah barang bukti, termasuk uang tunai dalam pecahan rupiah dan mata uang asing, dokumen proyek, serta alat komunikasi yang digunakan dalam bertransaksi. Uang yang diamankan diperkirakan mencapai miliaran rupiah, meskipun jumlah pastinya masih dalam proses verifikasi penyidik.
Kasus ini menunjukkan masih tingginya praktik korupsi dalam pengadaan proyek infrastruktur di daerah. Padahal, pembangunan jalan merupakan kebutuhan vital masyarakat dan dibiayai dari dana publik yang seharusnya digunakan secara transparan dan bertanggung jawab.
Wakil Ketua KPK dalam pernyataannya menegaskan bahwa penindakan ini menjadi bentuk peringatan keras kepada para pejabat di daerah agar tidak menyalahgunakan kekuasaan. “Kami ingin menegaskan bahwa tidak ada tempat aman bagi para pelaku korupsi, baik di pusat maupun di daerah,” ujarnya.
Penyidik KPK kini telah menetapkan Topan Obaja Putra Ginting sebagai tersangka. Ia diduga menerima suap untuk memuluskan proyek infrastruktur tertentu agar dimenangkan oleh pihak rekanan yang telah “berkomitmen” memberinya uang pelicin. Suap tersebut diduga diberikan dalam bentuk fee proyek dengan skema persentase dari total nilai kontrak.
Para tersangka kini ditahan di rumah tahanan KPK untuk proses penyidikan lebih lanjut. KPK memiliki waktu 20 hari pertama untuk melengkapi berkas perkara, yang kemudian akan dilimpahkan ke tahap penuntutan di pengadilan tipikor. Jika terbukti bersalah, Topan dapat dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b, atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman maksimal 20 tahun penjara.
Gubernur Sumatera Utara, yang dikonfirmasi terpisah, menyatakan akan menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Ia juga menyampaikan komitmennya untuk memperbaiki tata kelola pemerintahan, khususnya dalam pengadaan barang dan jasa agar lebih transparan dan akuntabel.
Kasus ini juga mendapat perhatian dari masyarakat sipil dan aktivis antikorupsi yang menilai bahwa lemahnya pengawasan internal dan budaya birokrasi yang transaksional menjadi akar dari banyaknya kasus serupa. Mereka mendesak agar sistem pengadaan proyek publik segera direformasi agar tidak mudah disusupi praktik suap.
Sejumlah pihak berharap agar penangkapan ini menjadi pintu masuk untuk mengungkap dugaan keterlibatan aktor lain yang mungkin memiliki peran lebih besar dalam jaringan korupsi di Sumatera Utara. KPK pun membuka kemungkinan adanya pengembangan kasus tergantung dari hasil pemeriksaan dan alat bukti yang diperoleh.
Penangkapan ini bukan kali pertama terjadi di lingkungan Dinas PUPR Sumut. Sebelumnya, beberapa pejabat juga pernah terseret kasus korupsi yang merugikan keuangan negara. Hal ini menunjukkan bahwa praktik curang masih berlangsung sistemik dan memerlukan pembenahan serius dari berbagai sisi.
Dengan terkuaknya kasus ini, KPK kembali mengingatkan bahwa transparansi dan integritas adalah syarat mutlak dalam setiap proses pembangunan, apalagi menyangkut hajat hidup orang banyak. KPK juga mengimbau masyarakat untuk tidak takut melaporkan indikasi korupsi di sekitarnya, demi menciptakan pemerintahan yang bersih dan bertanggung jawab.