
BERITAPELITA.COM – Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas) Agus Andrianto mengumumkan bahwa sebanyak 100 narapidana (napi) asal Sumatera Utara telah dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) di Nusakambangan, Jawa Tengah. Pernyataan ini disampaikan saat kunjungan kerja Agus di Universitas Sumatera Utara (USU) pada Selasa, 24 Juni 2025.
Meski tidak merinci alasan spesifik pemindahan tersebut, Agus menjelaskan bahwa langkah itu merupakan bagian dari strategi nasional dalam penanganan narapidana kategori berisiko tinggi. Nusakambangan dikenal sebagai lokasi pemasyarakatan dengan pengamanan maksimum, yang dirancang untuk menampung napi dengan tingkat risiko tinggi, termasuk yang terlibat dalam kejahatan berat.
Dalam penjelasannya, Agus menyebutkan bahwa secara total hampir 900 narapidana dari berbagai daerah telah dipindahkan ke Nusakambangan dalam beberapa bulan terakhir. Narapidana yang dipindahkan umumnya merupakan pelaku kejahatan dengan vonis hukuman mati, penjara seumur hidup, serta napi yang terindikasi kuat terlibat dalam jaringan peredaran narkoba.
“Dari Sumut, kemarin kita sudah pindahkan 100 orang. Secara keseluruhan, ada hampir 900 warga binaan yang kita tempatkan di Nusakambangan karena mereka masuk dalam kategori hukuman berat dan berisiko tinggi,” ungkap Agus dalam pernyataan resminya.
Pemindahan napi ini merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam menekan peredaran narkoba dan pelanggaran lainnya yang masih kerap terjadi di dalam lembaga pemasyarakatan. Nusakambangan dianggap lebih ideal karena sistem keamanannya yang ketat, serta lokasi geografisnya yang terisolasi, sehingga meminimalkan kemungkinan komunikasi dengan jaringan di luar.
Walaupun tidak dijelaskan secara detail siapa saja napi yang dipindahkan dari Sumatera Utara, namun indikasi kuat menunjukkan bahwa sebagian besar dari mereka merupakan napi kasus narkoba yang selama ini menjadi perhatian publik. Dalam beberapa kasus sebelumnya, sejumlah napi di Sumut diketahui masih bisa mengendalikan jaringan narkoba dari balik jeruji besi.
Pihak Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan menegaskan bahwa langkah pemindahan ini juga merupakan bagian dari reformasi pemasyarakatan. Pemerintah ingin memastikan bahwa lapas tidak lagi menjadi tempat berkembangnya praktik-praktik ilegal seperti pengendalian narkoba, pemerasan, dan pengaruh kekuasaan napi.
Langkah ini mendapat beragam tanggapan dari masyarakat dan pengamat hukum. Sebagian besar menyambut positif langkah tegas pemerintah dalam menangani napi berisiko tinggi. Mereka berharap pemindahan ke Nusakambangan dapat benar-benar membatasi ruang gerak napi untuk melakukan pelanggaran dari balik penjara.
Namun demikian, sejumlah kalangan juga meminta agar pemerintah menjamin hak-hak dasar para narapidana tetap dipenuhi, termasuk hak atas kesehatan, keadilan hukum, serta perlakuan manusiawi, sesuai dengan prinsip pemasyarakatan yang diatur dalam Undang-Undang.
Agus Andrianto menegaskan bahwa seluruh proses pemindahan dilakukan sesuai prosedur hukum dan dengan pertimbangan keamanan nasional. Ia juga menyampaikan bahwa pihaknya terus melakukan evaluasi terhadap semua lapas, terutama di daerah-daerah yang rawan terhadap pengaruh jaringan kriminal.
Khusus di Sumatera Utara, pihak kementerian berencana untuk melakukan penataan ulang sistem keamanan di lapas-lapas yang dinilai rentan. Langkah ini dilakukan agar lembaga pemasyarakatan bisa kembali kepada fungsinya sebagai tempat pembinaan, bukan sebagai pusat operasi kejahatan.
Langkah pemindahan napi ini juga berkaitan dengan upaya dekompresi (pengurangan kepadatan) lapas. Dengan memindahkan napi berisiko tinggi ke lapas khusus, diharapkan pengelolaan napi di lapas-lapas daerah menjadi lebih mudah dan efektif, serta mengurangi potensi konflik antarwarga binaan.
Pemerintah juga menggandeng aparat penegak hukum lainnya seperti BNN dan Polri untuk memperkuat koordinasi dalam mendeteksi dan menangani aktivitas ilegal dari balik penjara. Dengan kerja sama lintas lembaga, diharapkan Indonesia bisa lebih efektif dalam memerangi kejahatan terorganisir, terutama yang berbasis di lapas.
Langkah pemindahan 100 napi asal Sumut ini menjadi sinyal bahwa pemerintah tidak akan mentoleransi praktik-praktik ilegal di lingkungan pemasyarakatan. Agus Andrianto menyatakan bahwa ke depan akan ada lebih banyak evaluasi menyeluruh terhadap sistem pemasyarakatan, termasuk kemungkinan revisi kebijakan dan sistem pengawasan berbasis teknologi.
Dengan demikian, pemindahan napi ini tidak hanya bersifat taktis, tetapi juga menjadi bagian dari strategi jangka panjang dalam reformasi sistem pemasyarakatan di Indonesia. Pemerintah berkomitmen untuk menciptakan sistem hukum yang tidak hanya tegas, tetapi juga adil dan berorientasi pada pemulihan serta pembinaan.