Dua Terdakwa Korupsi Alih Fungsi Suaka Margasatwa Karang Gading Dituntut 15 Tahun Penjara

BERITAPELITA.COM – Medan. Kasus korupsi yang melibatkan kawasan konservasi kembali mencuat ke publik setelah dua terdakwa, yakni Alexander Halim alias Akuang alias Lim Sia Cheng dan Imran, mantan Kepala Desa Tapak Kuda, dituntut masing-masing 15 tahun penjara. Kedua terdakwa terlibat dalam kasus penguasaan dan pengalihan fungsi kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut yang berada di Kecamatan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan, jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara menyampaikan tuntutan tersebut sebagai bentuk penegakan hukum terhadap kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh tindakan para terdakwa. Jaksa menilai perbuatan kedua terdakwa telah merugikan negara serta berdampak besar terhadap kelestarian ekosistem yang seharusnya dilindungi.

Alexander Halim diketahui merupakan pengusaha yang secara aktif berperan dalam penguasaan lahan di dalam kawasan konservasi. Dengan dalih investasi dan pemanfaatan lahan pertanian, ia bersama-sama dengan pihak lain secara ilegal mengubah fungsi kawasan suaka margasatwa menjadi lahan perkebunan yang menguntungkan secara ekonomi, namun merusak lingkungan secara signifikan.

Sementara itu, Imran sebagai mantan kepala desa Tapak Kuda, diduga menggunakan wewenangnya untuk memuluskan alih fungsi tersebut. Ia memberikan dukungan administratif dan legalitas palsu atas penguasaan tanah di kawasan yang seharusnya bebas dari aktivitas pemukiman maupun komersial. Peran Imran dinilai sangat vital dalam memfasilitasi terjadinya peralihan fungsi yang merugikan negara.

Jaksa dalam tuntutannya menegaskan bahwa tindakan kedua terdakwa telah melanggar Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain pidana penjara selama 15 tahun, jaksa juga menuntut denda masing-masing sebesar Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

Tak hanya itu, JPU juga menuntut pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti kerugian negara. Alexander Halim dituntut untuk membayar uang pengganti sebesar Rp12 miliar, sedangkan Imran sebesar Rp3,5 miliar. Jika tidak mampu membayar dalam waktu yang telah ditentukan, maka harta bendanya akan disita, dan apabila tidak mencukupi, keduanya akan diganjar pidana tambahan berupa penjara.

Pengalihan fungsi suaka margasatwa ini dinilai sangat merugikan negara, tidak hanya secara finansial, tetapi juga dalam konteks ekologis dan sosial. Kawasan Karang Gading dan Langkat Timur Laut merupakan habitat penting bagi berbagai satwa langka, termasuk burung migran dan satwa endemik Sumatera. Kerusakan kawasan ini berisiko menimbulkan bencana ekologis jangka panjang.

Tindak pidana ini juga dianggap sebagai bentuk pelecehan terhadap prinsip pembangunan berkelanjutan dan perlindungan keanekaragaman hayati yang diamanatkan oleh konstitusi. Pemerintah telah menetapkan kawasan tersebut sebagai kawasan konservasi, namun lemahnya pengawasan dan maraknya praktik korupsi membuat fungsi konservatifnya terkikis oleh kepentingan ekonomi semata.

Tim jaksa juga mengungkap adanya dugaan keterlibatan pihak lain dalam jaringan korupsi ini. Oleh karena itu, penyidikan lanjutan masih terus dilakukan guna membuka tabir lebih luas dan menindak semua pihak yang bertanggung jawab, termasuk oknum aparat maupun pihak swasta lainnya yang berperan.

Sidang pembelaan dari pihak terdakwa dijadwalkan akan digelar pekan depan. Kuasa hukum dari kedua terdakwa menyatakan akan mengajukan pledoi (nota pembelaan) dengan alasan kliennya hanya menjalankan peran kecil dan tidak memiliki niat untuk merusak lingkungan atau merugikan negara. Namun, pernyataan ini ditanggapi dingin oleh masyarakat sipil dan pegiat lingkungan.

Aktivis lingkungan menyatakan bahwa kasus ini harus menjadi momentum bagi pemerintah dan aparat penegak hukum untuk lebih tegas terhadap pelaku perusakan lingkungan berbasis korupsi. Mereka menuntut agar kawasan yang sudah dirusak segera direhabilitasi, dan seluruh pelaku kejahatan lingkungan diberi hukuman maksimal.

Kasus ini juga menjadi perhatian nasional karena menyangkut kawasan konservasi yang strategis bagi perlindungan alam di wilayah pesisir Sumatera Utara. Pemerintah daerah diharapkan dapat memperkuat pengawasan serta memperbaiki tata kelola lahan agar kejadian serupa tidak kembali terulang di kemudian hari.

Masyarakat Kabupaten Langkat, khususnya warga sekitar kawasan suaka margasatwa, berharap proses hukum ini berjalan transparan dan adil. Mereka merasa dirugikan secara langsung akibat kerusakan alam yang berdampak pada hilangnya mata pencaharian serta meningkatnya ancaman bencana ekologis seperti banjir dan abrasi.

Dengan tuntutan tegas yang diajukan jaksa, publik kini menunggu vonis hakim yang akan menjadi penentu arah keadilan dalam kasus ini. Harapan besar tertuju pada sistem peradilan untuk tidak hanya memberikan hukuman yang setimpal, tetapi juga mendorong pemulihan lingkungan secara menyeluruh.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *