Remaja Perempuan Asal Toba Dibawa Kabur ke Riau, Pelaku Ditangkap Polisi

BERITAPELITA.COM – Toba. Kasus penculikan atau membawa kabur anak di bawah umur kembali terjadi dan menjadi sorotan publik. Seorang pria berinisial HP (25), warga Kabupaten Toba, Sumatera Utara, ditangkap aparat kepolisian setelah diketahui membawa lari seorang remaja perempuan berinisial AS (15), yang dikenalnya melalui media sosial Facebook, ke wilayah Provinsi Riau.

Peristiwa ini bermula ketika HP dan AS saling berkenalan lewat platform Facebook. Komunikasi mereka terus berlanjut hingga akhirnya HP diduga berhasil membujuk AS untuk meninggalkan rumahnya. Korban diketahui meninggalkan rumah sejak 6 Juni 2025 tanpa sepengetahuan orang tua maupun keluarganya.

Orang tua korban yang menyadari anaknya hilang kemudian melapor ke pihak kepolisian. Proses pencarian pun segera dilakukan oleh jajaran Polres Toba. Dari hasil penelusuran jejak digital dan informasi dari saksi-saksi, polisi menduga kuat bahwa korban dibawa ke luar daerah oleh pelaku.

Kasi Humas Polres Toba, AKP Bungaran Samosir, menyatakan bahwa pelaku dan korban berhasil ditemukan di Provinsi Riau, tepatnya di sebuah rumah kos di Jalan Jenderal Ahmad Yani, Kota Pekanbaru. Penemuan tersebut terjadi pada Senin, 16 Juni 2025, sepuluh hari setelah korban dilaporkan hilang.

“Setelah dilakukan pelacakan, tim dari Polres Toba berkoordinasi dengan Polresta Pekanbaru dan berhasil mengamankan keduanya di sebuah rumah kos. Saat itu, korban dalam keadaan sehat namun terlihat syok,” ujar AKP Bungaran Samosir.

Setelah penemuan, korban dan pelaku langsung diamankan sementara di Mapolresta Pekanbaru guna dilakukan pemeriksaan awal. Petugas memastikan kondisi korban dalam keadaan baik, lalu memberikan pendampingan khusus oleh unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) sebelum keduanya dibawa kembali ke Toba.

Pelaku HP kemudian dibawa ke Mapolres Toba untuk menjalani proses hukum lebih lanjut. Ia dijerat dengan Pasal 76F juncto Pasal 83 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.

Pihak kepolisian juga tengah mendalami apakah terjadi tindak pidana lain selama pelaku membawa korban, termasuk dugaan eksploitasi atau kekerasan seksual. Saat ini, penyidik masih menunggu hasil visum dari pihak rumah sakit sebagai bagian dari barang bukti.

Kapolres Toba menyatakan bahwa kasus ini menjadi peringatan bagi masyarakat, khususnya para orang tua, untuk lebih waspada terhadap aktivitas anak-anak mereka di dunia maya. Internet bisa menjadi ruang terbuka yang rentan disalahgunakan oleh pihak-pihak yang berniat jahat.

Kasus ini menambah daftar panjang kejahatan yang bermula dari perkenalan di media sosial. Dalam banyak kasus, pelaku menggunakan identitas palsu atau menyembunyikan niat sebenarnya untuk mendekati korban, khususnya yang masih berusia remaja dan belum matang secara emosional.

Sementara itu, AS kini telah dipulangkan ke pihak keluarga setelah menjalani pemeriksaan dan pendampingan oleh aparat dan psikolog. Keluarga korban berharap agar proses hukum terhadap pelaku bisa berjalan cepat dan adil, sekaligus menjadi pelajaran bagi semua pihak.

Lembaga perlindungan anak di Sumatera Utara pun angkat bicara. Mereka meminta pemerintah daerah dan aparat untuk meningkatkan edukasi kepada anak dan remaja soal bahaya interaksi daring yang tidak sehat. Menurut mereka, pendekatan preventif harus dimulai dari sekolah dan lingkungan keluarga.

Warga Kabupaten Toba menyatakan keprihatinannya atas peristiwa ini. Mereka berharap agar pihak berwenang tidak hanya fokus pada penindakan, tetapi juga pada pencegahan, misalnya dengan memperketat pengawasan terhadap rumah kos dan penginapan yang kerap digunakan untuk tindakan ilegal.

Pihak kepolisian juga mengimbau masyarakat untuk segera melapor jika menemukan anak atau remaja yang hilang secara tiba-tiba, serta memperkuat pengawasan anak-anak dalam menggunakan media sosial. Mereka menekankan bahwa setiap laporan akan segera ditindaklanjuti demi keselamatan korban.

Kasus ini menjadi refleksi bahwa kemajuan teknologi harus diimbangi dengan edukasi digital yang kuat. Tanpa pemahaman dan pengawasan yang baik, media sosial dapat menjadi ladang subur bagi predator daring yang menyasar anak-anak dan remaja.

Upaya kepolisian mengungkap dan menangani kasus ini patut diapresiasi. Namun, semua pihak memiliki tanggung jawab moral untuk menciptakan lingkungan digital yang aman dan ramah anak. Edukasi, perlindungan, dan pengawasan harus berjalan beriringan agar kejadian serupa tidak terulang kembali di masa mendatang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *