100 Hari Pemerintahan Wesly Silalahi: Kontroversi Mengalahkan Prestasi

Duniamedan.com – Genap 100 hari memimpin Kota Pematangsiantar, Wali Kota Wesly Silalahi justru menghadapi berbagai kritik pedas dari masyarakat. Alih-alih mencatatkan prestasi, masa awal pemerintahannya lebih banyak diwarnai kontroversi yang mengundang sorotan publik.

Kritik pertama muncul menyusul viralnya video petugas Satpol PP yang melakukan penertiban secara kasar terhadap pengamen tunanetra. Dalam rekaman tersebut, terlihat petugas menggotong paksa pengamen hingga tongkatnya terlepas. Aksi ini dinilai banyak kalangan sebagai tindakan yang tidak manusiawi dan mencerminkan ketidakdewasaan dalam penegakan peraturan.

Merespons viralnya video tersebut, Wesly Silalahi sempat meminta maaf atas tindakan petugas. Namun, permintaan maaf ini dinilai terlambat dan tidak diikuti dengan langkah konkret untuk memperbaiki standar operasional Satpol PP. Masyarakat pun mempertanyakan komitmennya dalam melindungi hak-hak kelompok rentan.

Kontroversi kedua datang dari dunia olahraga. Atlet MMA Ronald Siahaan mengungkapkan kekecewaannya terhadap pernyataan Wesly yang dianggap merendahkan profesi atlet. “Tak ada uang jadi atlet,” ucap Ronald menirukan perkataan Wali Kota yang disebut diucapkan kepada juniornya. Pernyataan ini memicu kemarahan komunitas olahraga di Pematangsiantar.

Wesly kemudian membantah telah meremehkan atlet, namun keributan ini telah mencoreng citranya di mata publik. Banyak yang mempertanyakan visinya dalam mengembangkan potensi pemuda, khususnya di bidang olahraga yang selama ini menjadi kebanggaan kota.

Tak hanya itu, Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) juga menyoroti ketiadaan terobosan signifikan dalam 100 hari pertama pemerintahan Wesly-Herlina. Mereka mencatat setidaknya empat masalah utama yang belum tertangani dengan baik.

Pertama, persoalan sampah yang masih menumpuk di berbagai titik kota. Kedua, tata ruang kota yang carut-marut tanpa perencanaan jelas. Ketiga, nasib pedagang Pasar Horas yang belum menemui kepastian. Keempat, struktur Aparatur Sipil Negara (ASN) yang dinilai tidak kredibel dan sarat dengan praktik nepotisme.

Menanggapi kritik ini, pemerintah kota berdalih masih dalam masa transisi dan membutuhkan waktu untuk melakukan perbaikan. Namun, argumen ini tidak cukup memuaskan masyarakat yang sudah menanti perubahan konkret.

Persoalan Pasar Horas menjadi sorotan khusus. Pedagang yang sudah puluhan tahun berjualan di pasar tradisional itu mengeluh karena belum ada kejelasan tentang rencana relokasi atau revitalisasi. Mereka khawatir akan kehilangan mata pencaharian jika kebijakan tidak segera ditetapkan.

Di sisi lain, masalah tata ruang kota semakin parah dengan maraknya pembangunan yang tidak teratur. Banyak warga mengeluhkan semakin sempitnya ruang publik dan hijau akibat alih fungsi lahan yang tidak terkendali.

Struktur ASN juga menjadi bahan kritik. Beredar kabar tentang pengangkatan pejabat yang dinilai tidak melalui proses seleksi yang objektif. Hal ini menimbulkan kesan bahwa pemerintahan baru tidak serius dalam menerapkan sistem meritokrasi.

Melihat berbagai masalah ini, sejumlah pengamat politik lokal menyebut 100 hari pertama Wesly Silalahi sebagai periode yang mengecewakan. Mereka menilai Wali Kota lebih banyak bereaksi daripada berinisiatif dalam menyelesaikan persoalan kota.

Beberapa tokoh masyarakat mulai mempertanyakan kesiapan Wesly memimpin kota yang memiliki kompleksitas masalah cukup tinggi. Mereka berharap ada perubahan signifikan dalam 100 hari ke depan sebelum kepercayaan publik benar-benar hilang.

Di tengah berbagai kritik, sedikitnya ada kelompok yang masih memberikan dukungan. Mereka berargumen bahwa 100 hari adalah waktu yang terlalu singkat untuk menilai kinerja seorang pemimpin. Namun, suara ini kalah banyak dibandingkan dengan kritik yang terus mengalir.

Memasuki periode berikutnya, tantangan terbesar Wesly Silalahi adalah memulihkan kepercayaan publik. Ia perlu segera menunjukkan langkah nyata dalam menyelesaikan berbagai persoalan kota sebelum krisis kepercayaan ini semakin dalam.

100 hari pertama pemerintahan Wesly-Herlina menjadi pelajaran berharga bahwa jabatan tidak hanya tentang kekuasaan, tetapi lebih tentang tanggung jawab memenuhi harapan masyarakat. Ke depan, semua mata akan tertuju pada apakah pasangan ini mampu berbenah atau justru tenggelam dalam kontroversi yang lebih besar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *